Tak Disangka Dia Adalah Temanku

Ketika pagi hari tiba, aku duduk di depan rumah. Entah kenapa tiap kali menatap langit pagi, aku mengucapkan dalam hatiku yang paling dalam “ sungguh indah ciptaan tuhan ini.” Dia menciptakan langit yang silih berganti mengubah warna, dari pagi, siang, sore hingga malam.

Ketika diriku duduk di depan rumah,  seekor kucing kampung datang kerumahku, berdiri tepat di depan jendela pintu kamarku, menatapku dengan suara cirri khasnya.

‘’Meeoooong…meoong…… meooong….meooong…..!’’

Tubuhnya basah kuyup terkena air atau mungkin tubuh kucing itu ada yang sengaja menyiramnya, aku tidak tau. Kucing itu mengibas-ngibaskan tubuhnya,  air cipratanya menetes kemana-mana. Dan yang lebih mengejutkan aku, ternyata di sekujur tubuh kucing itu penuh dengan luka. Ada luka bekas sabetan benda tajam, lukanya  terlihat di badan sebelah kananya.

‘’Huuus….huusss…huuuus……!’’ aku mencoba menyuruhnya pergi.

Tapi, kucing kampung itu tetap diam dan tidak mau beranjak pergi dari tempat itu. Kucing itu malah menatapku, seolah-olah mau meminta pertolongan. Lalu, aku ambil botol betadine di kotak obat, aku guyurkan obat luka itu merata di tubuhnya yang terluka. Dan anehnya kucing itu tetap tidak mau bergerak, hanya suaranya saja yang semakin terdengar keras.

‘’Meeoooong………meoong…… meooong…….meoooong….!’’

Aku yakin jika ada orang terluka seperti itu pasti akan sangat kesakitan, aku sendiri sampai tidak tega melihat itu semua. Sengaja pagi itu aku beli nasi bungkus + ikan lele goreng dua potong. Lalu, ikannya aku campur aduk dengan nasi, kemudian, aku kasih ke kucing yang sakit itu. Esok paginya ternyata kucing kampung itu masih ada di situ, di samping jendela kamarku, kucing itu tidur dengan beralaskan sebuah kardus bekas tempat minum. Aku lihat lukanya, ternyata luka itu sebagian sudah mengering.

Entah bagauimana, aku sendiri juga bingung dari mana datangnya se-ekor kucing kampung itu. Tapi, sepertinya dia betah disini, tidak apa-apalah sekalian jadi penjaga atau pengusir tikus di halaman rumahku.

‘’Si Angel.’’ begitulah aku memanggilnya.

Sebulan kemudian kucing kampung itu terlihat sehat, gemuk, lucu , dan sangat penurut tidak seperti kucing garong lainnya. Tidak terasa waktu berjalan begitu cepatnya, 5 bulan lebih dia tinggal di sini menemaniku. Tubuhnya semakin gemuk dan berbulu agak lebat tidak seperti yang pertama ku melihatnya. Membuat para kucing jantan jadi terpana dibuatnya. Waduh…..!! lalu, kucing-kucing itu saling berkejaran di halaman rumahku…

‘’Meeoooong………meoong…… meooong…….meoooong….!’’

Sudah tidak aneh lagi, kalau kucing lagi kasmaran suaranya berisik banget.
‘’Inikah yang di sebut kucing garong? Hehehehehe. Nafsunya ternyata besar sekali! tidak heran kalau laki-laki mendapat julukan seperti itu.’’ Sebulan kemudian, perut kucingku semakin membesar.

‘’Hamilkah? siapa bapaknya?’’ tuturku dalam hati.

Soalnya banyak banget kucing jantan yang suka ngapelin kucingku, aku jadi bingung siapa bapaknya. Ckckckckckckckck……. Mungkin si buluk, si belang, si pitak, si poltak, si bagong atau jangan-jangan dia punya kekasih gelap? Hmmmm….

Akhirnya kucingku melahirkan dengan selamat. Anaknya cuma satu, warnanya hitam putih, lucu , sangat agresif, suka lompat-lompat dan suka berlari-larian kesana kemari, membuatku semakin terhibur.

“Si Hitam Putih” aku memanggilnya.

Tapi, kesenanganku mendadak sirna begitu saja, ada kejadian tragis yang membuatku tidak akan pernah lupa memiliki kucing yang ku senangi. Seperti biasa setelah ku pulang dari Jakarta tempat Ibuku , aku  merasa lelah setelah sampai di rumah. Pasti tujuan utamaku adalah istirahat, guna melepaskan rasa lelah dan penatku. Baru saja aku baringkan tubuhku di tempat tidurku, ada suara dari arah jendela samping kamarku, suaranya seperti ada yang sedang mutah.

“huek..huek…!!” “heg..heg…!!”

Setelah aku mendengar suara itu, langkah kakiku bergegas menuju olah tempat kejadian perkara (TKP). Saat aku dekati ada suara dengusan. Semakin lama semakin jelas
terdengar suara dengusan itu dari samping rumahku.


‘’Astagfirullah…!! Ya Allah!!’’
”Puuus….!! kamu kenapa puus!!’’

Si Agel kucing kesayanganku guling-gulingan di lantai, tubuhnya kejang-kejang dan mulutnya mengeluarkan busa. Seketika itu juga dia menghembuskan nafas terakhirnya ‘Mati’ dengan mata masih terbuka berkaca-kaca menatapku, seperti kalau kita sedang kesakitan.

‘’Wah kayaknya di racuni’’ ujar dalam hatiku.

Aku yakin sekali kucingku mati terkena racun. Tapi, siapa yang ngasih racun, tega sekali dia, atau mungkin si Angel makan perangkap racun tikus?

‘’Aaah ciuss…….!!’’

Rasanya geram sekali, kenapa orang bisa tega berbuat seperti itu.
‘’Sudahlah! semuanya sudah terjadi, aku harus cepat-cepat menguburnya.’’

Memang gusti Allah itu maha tau apa yang diperbuat hambanya dan semoga gusti Allah mengampuni dosa orang yang membunuh binatang ini. Yang jelas aku sangat kehilangan dia, sangat kehilangan. Tapi, aku yakin kalau menurut anda yang tidak suka binatang pasti akan bilang “terlalu lebay”, tidak apa-apalah tidak penting itu. karena, semua orang punya hak dan berhak atas apa yang mereka sukai.

‘’Si Angel.’’

Kenapa aku begitu kehilangan dia, biasanya kalau aku lagi makan malam dia pasti selalu ada di sini menemaniku. Kucing itu makan di tempat makan yang sudah aku sediakan. Dia adalah temanku di saat aku sendiri, di saat semua orang meninggalkan aku, di saat aku merasa bete atas kemacetan Jakarta yang tahun demi tahun kian bertambah.

Dua bulan kemudian, kucingku yang kecil kini sudah besar, warnanya hitam putih seperti ibunya. Kucing kecil itu sangat lucu, lincah tapi sedikit nakal, terkadang suka lompat ke atas bangku, lompat Ke atas motor, ngumpet di bawah meja makan, atau terkadang mengacak-acak makanan di atas meja. Seraya aku berfikir….

‘’Inikah pengganti si Angel.’’

Si Angel tak mau membiarkan aku kesepian. Tapi, di saat aku lagi senang-senangnya bermain dengan kucing lucu itu, kejadian buruk itu terulang kembali. Malam itu sehabis membuat kopi, di luar ada suara seperti orang melempar batu.

 ‘’Duuukk…duuuk…duuk, Glotak…!!’’

‘’Apaan tuh?’’ seraya memegang dada, akibat diriku kaget karena ada suara lemparan batu di halaman rumahku, yang berujung membentur tembok di bawah jendela rumahku.
Lalu, aku segera membuka pintu kamarku, dan bergegas melihat apa yang terjadi di depan halaman rumahku.

‘’Allahu akbar.. Ya Allah… kamu kenapa, pus? kamu kenapa?’’

Ternyata kucingku terkena lemparan batu, Kucing hitamku menggelepar–leper, mulutnya mendengus-dengus semakin keras, suaranya melengking menyedihkan. Tepat di kupingnya keluar darah, darah segar itu mengucur deras menetes di halaman rumahku. Seketika itu juga kucing yang nakal dan lucu itu menghembuskan nafas terakhirnya ‘Mati’.

Aku yakin sekali kucingku mati karena ada tangan jahil yang tidak suka dengan hewan kesayangan Nabi ini. Dalam benaku, “ko tega sekali manusia itu, menghabiskan nyawa kucing yang ku sayangi.” Padahal kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan harus menyayangi sesama makhluk hidup.

Tak terasa sudah, setelah kedua kucingku, si Angel dan si Hitam Putih mati. Yang kurasakan hanyalah kesepian belaka antara persahabatan manusia dan hewan. Akupun sedih dengan kejadian tragis yang menimpah kedua kucingku.

Malam itu aku hanya bisa duduk terdiam, mulutku terasa terkunci, aku tidak mampu berkata apa-apa. Si Angel dan si Hitam Putihku sepertinya mau mengadu kepada Tuannya, dia ngetuk-ngetuk pintu itu seolah-olah dia mau ngasih tau kalau dia sedang terluka. Hmmmm sedihnya…….

Kini aku menyendiri lagi, mengais asa, merangkai puisi bersama angan dan berjuta mimpi. Cerita tentang suka, tentang duka, tentang luka, tentang sepi yang memenjarakan hati, semuanya menyisakan luka yang mendalam.

Hidup ini memang indah kawan, sangat indah, lebih indah lagi kalau kita mempunyai banyak teman. Menurutku, teman yang baik itu tidak akan terganti dengan apa pun. Di mana pun kamu sembunyi, di mana pun kamu berada, dia akan tetap mencarimu dan tetap mengingatmu.

Teman yang baik akan tetap terkenang dan akan menjadi sebuah cerita tentang masa yang telah lalu saat bersamamu. Tetap terjaga selamanya, sampai nanti, sampai waktunya Tuhan memanggilmu untuk kembali. Meski pun temanku hanyalah seekor kucing tapi dialah sahabatku. Dan ini menjadikan cermin untuk kita dalam kehidupan, terutama persahabatan sesama makhluk hidup.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment